Selasa, 11 Agustus 2009

Politik BLT (Bantuan Langsung Tewas) 2009

Oleh habibi

Politik ialah segala hal yang menyangkut soal-soal kenegaraan dengan cara dan kebijaksanaan dalam mengatur suatu sistem pemerintahan dalam suatu Negara yang dijalanakan oleh “practische politik”. Asal kata : polis = kota ini kemudian menjadi ajang bangkitnya kepopuleran demi mencapai posisi tertinggi negeri ini yang disalah gunakan oleh kaum-kaum “plutocrat” sehingga melahirkan tirani-tirani baru dalam system pemerintahan. Wadah organisasi yang awalnya demi mencapai suatu tujuan bersama kemudian dijadikan sebagai modal perjudian bapak bangsa ini guna mencapai tujuan individu kaum sophisme tanah subur ini dengan menabur janji kemakmuran demokrasi di wajah rakyat jelata.
Pertarungan politik yang panas mulai terasa dikulit para politikus-politikus bangsa yang terus gencar menembakkan amunisi kepada rival-rival politiknya yang mengancam mimpi akan sebuah kursi pemimpin, tanpa pandang bulu rakyat pun dijadikan tameng-temeng untuk bisa menahan ancaman serangan kaum “destruktif” lainnya yang ada di negeri ini. Politik picik ini pun ikut serta membawa tiga warna bendera politik (biru, kuning, dan merah) yang saling injak menginjak, hina menghina serta saling membusukkan dalam memperebutkan suatu program yang dapat mengambil hati rakyat di pemilihan pemimpin-pemimpin bangsa baru yang hanya tinggal menghitung hari.
BLT (Bantuan Langsung Tunai) atau bisa juga disebut (Bantuan Langsung TEWAS) yang awalnya sebuah program pemerintah guna membantu masyarakat miskin dan lainnya yang membutuhkan kini telah berubah fungsi menjadi nilai jual tersendiri bagi calon bapak bangsa serta menjadi senjata yang cukup ampuh untuk mengalahkan rival poilitiknya dalam mengambil hati rakyat untuk merebut tahta tertinggi negeri ini. Mereka secara terus menerus saling manjatuhkan sehingga terlena dalam perebutan-perebutan konyol telah melupakan visi dan misinya untuk membangun Negara yang benar-benar berlandaskan pancasialis. Rakyat yang terlalu lugu untuk mengerti akan permainan-permainan kotor politikus partai merah yang menipu mereka mentah-mentah dengan mengawal langsung pembagian Bantuan Langsung Tewas sehingga dapat meningkatkan eksistensi mereka di mata rakyat.
New life movement dalah suatu impian rakyat yang telah bosan menjalani penjajahan dari kaum-kaum neo-tirani bangsa ini yang terus-menerus menginjak-injak rakyat miskin.
Apakah hanya penindasan, kekejaman, kelicikan, dan kekerasan sajakah yang dapat menciptakan sejarah dari sebuah kemenangan????????
Rakyat yang berani menonjol seta berani mengangkat tangan kirinya sebagai tanda penolakan akan di asingkan bahkan lebih buruk lagi mereka akan mati secara sia-sia (tan malaka, soe hok gie, munir, sintong panjaitan, dll) …!!!!!!!
Dan kita hari ini disini seolah-olah merayakan pesta kembang api demokrasi, tetapi memotong lidah orang-orang yang berani menyatakan pendapatnya yang merugikan para TIRANI bangsa ini…..
Bagiku sendiri lebih baik GOLPUT dari pada harus memilih kaum tirani berwajah sosialis yang pantas di tembak mati…..!!!!!!!!

PERTEMPURAN : TIKUS, ANJING, DAN SRIGALA POLITIK 2009

Oleh : Habibi

Genderang pemilu telah berdentang, harum perpolitikan yang panas mulai tercium dan bendera pun mulai berkibar seluas mata memandang, bermacam warna dan berbagai janji terucap dan terlontarkan baik melalui mulut maupun tulisan di sepanjang jalan-jalan kota maupun plosok pedesaan yang terlihat, segala daya upaya dilakukan untuk memperebutkan sebuah kursi mahal melalui ajang perjudian kelas atas ini dengan mendahului rival-rival politiknya dalam mensosialisasikan dan mengatur rekayasa sosial guna manarik perhatian suara rakyat agar bersedia kiranya memilih tikus, anjing dan srigala bertopeng manusia ini pada pemilu yang hanya tinggal menunggu hari.
Ketika money berbicara lidah rakyat pun seakan membisu tanpa suara melihat permainan politik busuk ini seakan memperkosa pendirian rakyat jelata yang terhitung kaya pengalaman terdahulu akan tipu daya binatang-binatang berdasi ini. Berbagai kepalsuan diperlihatkan mulai dari membagikan sembako kepada fakir miskin, turut turun ke jalan bersama rakyat dengan berjalan kaki maupun mengayuh becak bahkan lebih menggiurkan rakyat dengan menjanjikan sebuah asuransi jiwa serta menggungkit jasa-jasa terdahulu yang pernah dilakukan dengan meng-over generalisasi kan bahwa si AKU lah yang pernah melakukan sesuatu dalam turut mensejahterakan rakyat ..tapi mengapa semua bantuan yang diberikan kepada rakyat harus di mediakan dan di sebar luaskan!!!!!apakah hanya untuk mencari popularitas???apakah untuk menampakkan kepada rakyat bahwa aku lah sang sosialis harapan bangsa???atau ada hal lain yang lebih busuk dari itu, mendapatkan simpati rakyat agar dipilih??? Semua kepalsuan demi kepalsuan akan terungkap setelah genderang ini selesai dan rakyat pun tetap menjadi seperti sedia kala melarat dalam kemiskinan yang mendalam tanpa di pedulikan lagi oleh tikus, anjing dan srigala bertopeng manusia yang mereka pilih sebagai wakil rakyat dalam menyampaikan suara rakyat kepada bapak penguasa negeri beribu pulau nan kaya raya dan sejahtera ini.
Belajar dari pengalaman
Tak dapat di pungkiri bahwasanya rakyat negri ini adalah rakyat yang kaya akan beribu pengalaman tipu daya. Hal ini dapat di katakan karena melihat telah banyaknya politik tipu daya yang pernah di lakukan dari zaman penjajahan belanda, jepang serta penjajahan yang pernah di lakukan oleh pemimpin negri ini kepada rakyat negrinya (orde lama, orde baru sampai dengan sekarang). Mengulang kembali “lingkaran setan” ini adalah suatu hal yang sangat-sangat bodoh dan hanya kerbaulah yang jatuh dua kali dalam lubang yang sama. Sangat di sayangkan apabila peralihan demi peralihan orde belum juga menyadarkan seluruh komponen bangsa ini baik kaum awam, intelektual bangsa bahkan super intelektual. Sudah waktunya belajar dari pengalaman guna mencapai mimpi akan suatu demokrasi yang sebenar-benarnya dalam Negara tercinta kita.
Kaum intelektual dan politik
Kaum intelektual adalah harapan tertinggi bangsa ini dalam meningkatkan segala aspek politik, ekonomi maupun pendidikan kepada negara guna mencapai suatu perkembangan yang lebih baik di masa yang akan mendatang. dari tolak ukur tersebut, agen of change dapat di masukkan sebagai kaum intelektual bangsa yang dapat di stratakan tertinggi dalam memperoleh pendidikan di Negara ini.
Peran-peran kaum intelektual sangat mengganggu perpolitikan pejabat-pejabat pemerintahan sehingga kebanyakan intelektual menjadi teknokrat alias sekrup-sekrup dalam roda pemerintahan, mereka hanya dipergunakan lagi oleh pemerintah untuk membela beleidnya atau sebagai solidarity maker. Masuknya kaum cendikiawan terlalu banyak dalam roda pemerintahan membuat masyarakat kehilangan pemikir-pemikir besarnya yang diharapkan dapat memandu rakyat jauh dari kebusukan politik para binatang berdasi negeri ini. Tidak akan ada suatu pilihan bodoh untuk memilih tikus, anjing dan srigala berdasi sebagai wakil rakyat dari manusia yang mapan akan tipu daya dan janji-janji muslihat…silahkan berpikir lebih jernih apabila anda termasuk golongan freelance intelligentia negeri ini…tidak akan nada perubahan yang lebih baik pada negeri ini dari sebuah pertarungan yang berslogan politi.

Dongeng Neoliberalisme Indonesia Dibawah Pimpinan SBY

Oleh : HABIBI

Apa sih itu neoliberialisme???apa nama sebuah agama baru???kok nama pak SBY di kaitkan dengan neolib sehingga menjadi SBY-NEOLIB???apakah benar pak SBY penganut NEOLIB???
Neoliberalisme berasal dari dua suku kata yaitu : neo yang berarti wajah baru dan liberal yang berarti kebebasan, hal tersebut adalah sebuah ideologi yang berkembang dari lingkungan eropa pada abad pertengahan. Ketika itu masyarakat eropa masih bercorak feodal, dimana kekuasaan terletak pada kaum aristokrat (bangsawan) yang menguasai tanah. Sehingga mereka menguasai kekuasaan politik sekaligus kekuasaan ekonomi yang sangat besar. Selain kaum aistokrat terdapat pula kelompok kaum petani yang berkedudukan sebagai penggarap yang berkewajiban membayar pajak dan menyumbangkan tenaga bagi kaum aristokrat tersebut sebagai sang patron. Formasi sosial-ekonomi yang menitik beratkan pada bentuk struktur hubungan juragan-bawahan (patron-client relationship) serta aturan system yang mengikat ini berlangsung secara statis dan sulit berubah dalam waktu lama. Sehingga kebebasan individu menjadi terkekang oleh aturann feodalisme ini dan keinginan individu-individu untuk mengekspresikan kemampuannya menjadi tersumbat. Namun dengan adanya keresahan dari kelompok intelektual yang kemudian mengembangkan faham liberal yang kemudian lama kelamaan disambut oleh golongan pedagang dan industry, menjadikan liberalisme menjadi berkembang. Titik pangkal keresahan kaum intelektual adalah berkenaan dengan rasa ingin tahu (curiosity) untuk mengejar pengetahualn baru serta kebebasan individual. Keresahan kaum intelektual tersebut tidak hanya didukung oleh golongan pedagang dan industry, bahkan hal itu digunakan untuk membenarkan tuntutan politik yang membatasi kekuasaan bangsawan, gereja, dan gilde-gilde. Sehingga system feodalisme sosial-ekonomi goyah dan digantikan dengan formasi sosial ekonomi yang lebih menghormati hak-hak individu. Karena menurut faham liberalisme ini, tipe masyarakat yang terbaik adalah yang memungkinkan individu mengembangkan pikiran dan bakat-bakatnya serta pertanggung-jawabannya. Perjuangan para intelektual eropa tersebut pun akhirnya menjadi sebuah kemenangan sekaligus racun yang sangat berbahaya atas ketimpangan sosial yang terjadi dalam lingkungan kemasyarakatan, dimana terciptanya kaum-kaum individualistic, hedonistic dan berbagai permasalahan-permasalahan sosial yang baru.

Faham Neoliberalisme ini juga dikenal sebagai paham ekonomi neoliberal mengacu pada filosofi ekonomi-politik akhir-abad keduapuluhan, sebenarnya merupakan redefinisi dan kelanjutan dari liberalisme klasik yang dipengaruhi oleh teori perekonomian neoklasik yang mengurangi atau menolak penghambatan oleh pemerintah dalam ekonomi domestik karena akan mengarah pada penciptaan Distorsi dan High Cost Economy yang kemudian akan berujung pada tindakan koruptif. Paham ini memfokuskan pada pasar bebas dan perdagangan bebas merobohkan hambatan untuk perdagangan internasional dan investasi agar semua negara bisa mendapatkan keuntungan dari meningkatkan standar hidup masyarakat atau rakyat sebuah negara dan modernisasi melalui peningkatan efisiensi perdagangan dan mengalirnya investasi
Atas hasil ketimpangan-ketimpangan sosial diatas yang sangat merugikan Negara berkembang yang ikut menganut faham neolibealisme tersebut membuat Semua pasangan capres-cawapres mengklaim beraliran ekonomi kerakyatan. Tak terkecuali Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang seringkali dimasukkan ke kategori tokoh beraliran neoliberal. Ia mengecap diri sebagai prorakyat. Sementara Boediono, yang selama ini dikenal sebagai pakar ekonom penganut neoliberal, menyatakan keheranannya dengan cap tersebut seraya menyebutkan bahwa dirinya selalu berpikir tentang kesejahteraan rakyat. Benarkah pemerintahan SBY menganut aliran ekonomi kerakyatan? Ataukah klaim SBY-Boediono hanya sebatas strategi kampanye? Kenapa neoliberal, meskipun diyakini kebenarannya, tidak bisa dijual?

Dalam Lima Tahun Pemerintahan

Aliran atau faham ekonomi yang dianut suatu pemerintahan dalam suatu Negara selalu bisa dilihat dari kebijakannya dan respons pelaku ekonomi terhadap kebijakan tersebut. Jika kebijakan pemerintah bersifat protektif untuk mengutamakan kepentingan nasional, misalnya melindungi produksi dalam negeri dengan cara menetapkan bea masuk yang tinggi bagi produk-produk tertentu, pengusaha biasanya akan merespons dengan memaksimalkan penggunaan produk lokal untuk bahan baku barang yang ia produksi. Sebaliknya, jika pemerintah tidak peduli terhadap terjaminnya kepentingan dalam negeri, ia akan menerapkan pasar bebas tanpa reserve. Dalam hal perdagangan internasional, ia akan menetapkan bea masuk serendah mungkin, bahkan nol persen. Sebagai respons terhadap sikap pemerintah seperti itu, pengusaha akan melirik ke luar. Mereka akan mencari produk bahan baku semurah mungkin, yaitu dengan cara mengimpor. Akibatnya, produsen dalam negeri merana.

Bagaimana dengan kondisi republik setelah hampir lima tahun pemerintahan Presiden Yudhoyono, dengan Boediono yang termasuk di dalamnya? Apakah industri kita, dari hulu sampai hilir, bergairah dan mengalami kemajuan? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, dapat dilakukan secara induktif, yaitu dengan cara mengambil beberapa contoh fakta kontemporer sebagai bahan pertimbangan dalam menganalisa suatu hal. Pertama, produsen susu dan mie sekarang ini lebih suka menggunakan bahan mentah impor dibanding menggunakan hasil produksi petani yang ada indonesia. Kedua, furnitur China membanjiri pasar dan membunuh furnitur dalam negeri, padahal kayunya banyak berasal dari pembabatan hutan di Indonesia. Ketiga, industri otomotif dan elektronik tak beranjak statusnya hanya sebagai “penjahit” merek-merek Jepang, Korea, China, dan India. Keempat, batik asal China mulai mendominasi pasar dan meminggirkan batik Pekalongan, Solo, Yogyakarta, dan batik Indonesia lainnya. Semuanya terjadi karena kebijakan pemerintah yang menerapkan bea impor sangat rendah. Pemerintah tampak tidak memiliki kehendak untuk melindungi industri dan pertanian dalam negeri.

Selain itu, terdapat fakta lainnya, yaitu pertama, menjamurnya peritel raksasa sampai ke area perumahan sehingga membuat banyak toko kecil gulung tikar. Kedua, menderitanya rakyat yang tanah dan rumahnya tenggelam oleh semburan lumpur yang diakibatkan oleh kesalahan penambangan. Ketiga, ekspor energi yang terus dilakukan tanpa mempertimbangkan tercukupinya kebutuhan dalam negeri.

Semuanya akibat terlalu berpihaknya pemerintah pada pengusaha besar.

Berdasarkan beberapa fakta di atas, maka pemerintahan SBY dapat di vonis dan dikategorikan sebagai pemerintahan yang menganut faham yang beraliran neoliberal. Pemerintah yang sedang berjalan sekarang ini adalah pemerintahan propasar bebas dalam pengertian memberi keleluasaan dan perlindungan penuh bagi pemain atau pedagang besar walaupun keleluasaan tersebut berakibat “kematian” bagi kalangan lain yang ada di dalam negeri sendiri (pedagang dan rakyat kecil). Adapun pernyataan yang di lontarkan oleh SBY dan Boediono pada media bahwa dirinya selalu berpikir tentang kesejahteraan rakyat tidak berarti bahwa ia bukan penganut neoliberalisme. Ia penganut lassez faire, dalam arti percaya bahwa dengan kekuatan, dinamika, dan logika pasar, masyarakat yang menerapkan sistem ekonomi bebas pada akhirnya akan mencapai kesejahteraan.

Bagi penganut faham neoliberalisme, kesejahteraan adalah hasil dari proses mekanisme pasar bebas. Itulah cara pencapaian kesejahteraan yang selalu dipikirkan Boediono. Hal itu tecermin dari pernyataan Boediono bahwa intervensi negara dibutuhkan, namun hendaknya tidak teralu besar agar kreativitas dunia usaha tidak hilang. Pandangan Boediono ini senada dengan Milton Friedman, Bapak Neoliberalisme, yang menyatakan bahwa jika suatu negara ingin mencapai kemajuan ekonomi, peran negara harus diminimalisasi seraya memberikan kebebasan penuh bagi dunia usaha.

Menguntungkan Kaum Elite

Tidak adanya kandidat yang berani mengakui diri beraliran neoliberal, padahal dalam keseharian ketika memerintah menunjukkan hal itu, memberi kesan faham ekonomi tersebut merupakan faham yang buruk. Neoliberalisme bukan hanya tidak akan laku dijual, melainkan juga kontraproduktif bagi proses pemenangan kandidat tersebut.
Apakah neoliberalisme bukan “barang jualan” yang bagus? Neoliberalisme sebenarnya bisa menjadi “barang” yang laris manis, yaitu di negara yang masyarakatnya telah mencapai taraf ekonomi yang tinggi. Masyarakat seperti itu adalah masyarakat yang mampu bertahan dalam persaingan.
Dalam masyarakat yang mayoritas taraf ekonominya rendah seperti Indonesia, neoliberalisme hampir dilihat sebagai musuh. Neoliberalisme dipandang sebagai sistem ekonomi yang hanya menguntungkan segelintir elite.
Karena itu, dalam setiap pemilu di negara yang rakyatnya masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan, neoliberalisme merupakan kartu mati. Calon yang dalam dirinya tertempel citra neolib sulit untuk mendapat simpati publik.
Meski demikian, karena sistem neoliberal merupakan sistem yang paling menguntungkan dan memudahkan bagi pemerintah, siapa pun yang memenangi pilpres nanti hampir dapat dipastikan akan menerapkan sistem propasar bebas tersebut. Apalagi jika SBY-Boediono (yang berdasarkan analisis di atas telah menerapkan sistem neoliberal saat ini) yang memenangi persaingan, dapat dipastikan neoliberalisme akan semakin terkonsolidasi di negeri ini.

Penulis adalah mahasiswa fakultas ekonomi UMA angkatan 2007